Portal Warta Bela Negara. Garut, 17 Oktober 2025 — Bertempat di halaman Sekolah Yayasan Baitul Hikmah Al-Makmun (YBHM), Jalan Otista, Tarogong Kidul, Garut, Mohammad Ismet Natsir selaku Humas YBHM dan Warga Negara Indonesia menyampaikan pernyataan kepada awak media terkait dugaan peralihan hak atas tanah wakaf yang diduga bermasalah secara hukum.
Dalam keterangannya, Ismet menjelaskan bahwa dirinya telah melayangkan surat permohonan penyelidikan kepada Kapolda Jawa Barat atas dugaan perbuatan melawan hukum negara yang berkaitan dengan alih nama kepemilikan tanah dari almarhumah dr. Helly kepada seseorang bernama Tony Kusmanto. Berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) No. 134/2016 tertanggal 5 Agustus 2016 yang dibuat oleh PPAT Rustandi, SHM.KM, disebutkan bahwa peralihan tersebut dilakukan setelah dr. Helly wafat pada bulan Juli 2016.
> “Tidak mungkin seseorang yang sudah meninggal pada bulan Juli 2016 bisa menandatangani AJB di bulan Agustus. Ini patut diduga sebagai pemalsuan dokumen negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP,” ujar Ismet.
Lebih lanjut, Ismet menambahkan bahwa para ahli waris dari almarhumah dr. Helly, termasuk istri dan anak-anaknya, menyatakan tidak pernah menandatangani surat jual beli di hadapan notaris mana pun. Salah satu anak almarhumah bahkan disebut sedang berada di luar negeri selama dua tahun saat AJB tersebut dibuat.
> “Apakah mungkin seseorang yang sedang berada di luar negeri bisa menandatangani AJB di hadapan notaris? Tidak mungkin. Ini menjadi dasar hukum bagi kami untuk memohon agar permasalahan ini dibuka secara terang benderang,” tegasnya.
Tanah yang disengketakan tersebut merupakan tanah wakaf yang diberikan oleh dr. Helly kepada Syekh Aun, pendiri Yayasan Baitul Hikmah Al-Makmun, untuk keperluan pendidikan, perpustakaan, dan kegiatan sosial. Ismet menyesalkan jika tanah tersebut kemudian dialihnamakan kepada pihak pribadi, padahal diperuntukkan bagi generasi penerus bangsa.
Dugaan Ruslah dan Kesepakatan Gagal
Ismet juga mengungkap adanya kesepakatan ruslah (tukar guling) yang pernah dibicarakan secara lisan antara pihak yayasan dan Tony Kusmanto, dengan tawaran tanah pengganti seluas 2,3 hektar serta bangunan senilai Rp9 miliar. Namun hingga saat ini, kesepakatan tersebut tidak pernah terealisasi.
> “Kenapa tiba-tiba sertifikat tanah langsung dibaliknamakan atas nama pribadi beliau? Padahal belum ada realisasi ruslah. Ini yang membuat kami merasa ada kejanggalan,” ungkap Ismet.
Permohonan untuk Menghormati Proses Hukum
Dalam kesempatan tersebut, Ismet menyampaikan bahwa dirinya telah melaporkan kasus ini dan saat ini proses hukum sedang berjalan. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak, termasuk Tony Kusmanto, untuk menghargai proses hukum yang sedang berlangsung.
> “Silakan, kalau merasa tidak bersalah, ikuti saja proses hukum. Tapi tolong jangan dihina lembaga negara seperti DPRD. Kami tidak sedang menyerang siapa pun. Kami hanya ingin memperjuangkan hak anak-anak yang sekolah di sini,” kata Ismet dengan nada tegas namun penuh keprihatinan.
Ia menambahkan bahwa upaya hukum ini tidak bertujuan menyerang pribadi siapa pun, tetapi demi keadilan dan kepastian hukum, terutama karena lahan tersebut berkaitan langsung dengan dunia pendidikan dan masa depan generasi bangsa.
Penutup
Ismet mengajak semua pihak untuk menahan diri dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Ia berharap lembaga-lembaga terkait seperti BPN dan notaris yang bersangkutan dapat memberikan klarifikasi agar perkara ini menjadi jelas.
> “Kami hanya minta, hargai dulu proses hukum. Tanah ini untuk pendidikan, bukan untuk bisnis. Kami ingin anak-anak di sini tetap bisa belajar dengan tenang,” tutup Ismet.(opx)