Perjalanan Taufik Hidayat: Menapaki Usia Matang dalam Suka dan Duka.

Daerah59 Dilihat

Portal Warta BelaNegara Garut 08 juni 2025.Taufik Hidayat, pria kelahiran Garut, Jawa Barat, adalah sosok sederhana yang menjalani hidup penuh liku, namun tetap tegar menatap hari esok. Perjalanannya bukanlah cerita fiksi, melainkan kisah nyata yang menggambarkan bagaimana kerasnya hidup dapat membentuk seseorang menjadi lebih kuat, lebih bijak, dan lebih memahami arti kehidupan yang sesungguhnya.

Awal Karier di Telkom Kandatel Padang (1994–1998)

Tahun 1994 menjadi titik awal perubahan besar dalam hidup Taufik. Kala itu, dia mendapatkan pekerjaan di PT Telkom Indonesia, tepatnya di Kantor Daerah Telekomunikasi (Kandatel) Padang, Sumatera Barat. Sebagai pemuda dari pelosok Garut, kesempatan ini ibarat mimpi yang menjadi kenyataan. Dengan semangat muda dan harapan tinggi, Taufik meninggalkan kampung halaman, merantau jauh demi membangun masa depan.

Di Telkom, ia dikenal sebagai karyawan yang rajin dan berdedikasi. Ia tidak hanya bekerja demi gaji semata, tapi juga belajar banyak tentang disiplin, tanggung jawab, dan manajemen waktu. Selama empat tahun di Padang, ia membangun relasi, memperluas wawasan, dan mulai memahami arti kerja keras dalam dunia profesional. Namun, kehidupan bukan hanya soal pekerjaan. Di balik semangat dan senyum yang tampak, ada kerinduan mendalam akan keluarga dan kampung halaman.

Kepulangan ke Garut di Tahun 2009

Setelah menjalani berbagai fase kehidupan, tahun 2009 menjadi momen penting bagi Taufik: ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Garut. Bukan tanpa alasan, keputusan ini lahir dari kelelahan batin dan kebutuhan untuk menemukan kembali jati diri. Kota besar dan pekerjaan formal telah memberinya pengalaman, namun ada sesuatu yang hilang — rasa kedekatan, ketenangan, dan makna yang selama ini ia cari.

BACA JUGA  DPC Partai Demokrat Gelar penyembelihan Hewan Qurban di Kantor DPC Demokrat Garut.

Saat itu, usianya sudah memasuki awal 40-an. Banyak orang mungkin akan memulai lembaran baru dengan mudah, namun tidak bagi Taufik. Ia kembali bukan sebagai pria sukses dalam materi, tapi sebagai lelaki yang ingin mencari keseimbangan antara dunia dan batin.

Menapaki Usia Matang: 53 Tahun dan Perjalanan yang Penuh Warna

Kini, di usia 53 tahun, Taufik Hidayat adalah potret kehidupan yang matang. Ia bukan lagi pemuda yang hanya mengejar karier dan pengakuan. Ia adalah ayah, anak, saudara, dan warga desa yang hidup dalam kesederhanaan, namun penuh refleksi dan kebijaksanaan. Namun bukan berarti hidup berjalan mulus. Ada satu bab penting dalam kehidupannya yang menjadi pelajaran besar — kisah cinta.

Cinta yang Tak Sempurna

Dalam hidupnya, Taufik pernah jatuh cinta dengan tulus. Namun seperti halnya takdir yang kadang tak bisa kita pilih, kisah cintanya tidak berakhir bahagia. Ada LUKA, ada PENGORBANAN, dan ada KERAGUAN yang tak terjawab. Cinta yang tak sampai ini menjadi bagian dari perjalanan hidupnya yang paling dalam. Ia menyebutnya sebagai “sekerumit perjalanan cinta” — penuh harapan namun tak pernah berlabuh pada kenyataan.

Namun justru dari luka itulah, ia belajar. Cinta bukan hanya tentang memiliki, tapi juga tentang merelakan. Ia belajar bahwa kasih sayang bisa tetap hidup, meski tak dimiliki secara fisik. Bahwa mencintai bisa menjadi bagian dari ibadah, bila dijalani dengan ikhlas dan berserah diri pada kehendak Allah.

Kematangan hidup Taufik terlihat dari bagaimana ia kini memandang kehidupan secara utuh. Dari sisi sosial, ia menjadi pribadi yang dihormati di lingkungan sekitarnya. Ia kerap membantu warga, menjadi tempat curhat, dan hadir di setiap kegiatan masyarakat.

BACA JUGA  Bupati Dan Wakil Bupati Terpilih, H. Samsul Mahmud - Hj. Andi Nursami Masdar, resmi dilantik

Dari sisi ekonomi, hidupnya memang tak bergelimang harta. Namun ia mampu mencukupi kebutuhan hidup dengan cara yang halal dan berkah. Ia belajar bahwa rezeki tidak selalu datang dalam bentuk uang, tapi juga dalam bentuk kedamaian dan kesehatan.(Red)