Portal warta bela negara Com-8 September 2025-Konspirasi atau makar bukanlah istilah asing. Al-Qur’an sudah lama menyinggungnya, bahkan menunjukkan bagaimana manusia kerap merancang tipu daya. Namun, sejarah dan sosiologi mengajarkan bahwa konspirasi bukan hanya urusan spiritual, melainkan fenomena sosial yang terus berulang dari masa ke masa.
Makar dalam Al-Qur’an
Surah Ali Imran ayat 54 menegaskan: “Dan mereka membuat makar, dan Allah membuat makar. Dan Allah sebaik-baik pembuat makar.”[^1]
Ayat ini menggambarkan bahwa makar manusia tidak pernah melampaui makar Allah. Tafsir klasik, seperti Ibn Katsir, mengaitkannya dengan rencana jahat terhadap Nabi Isa. Sedangkan Quraish Shihab menekankan bahwa makar Allah adalah rencana Ilahi yang melampaui segala rekayasa manusia.[^2]
Pesan utamanya jelas: manusia boleh merencanakan konspirasi, tetapi hasil akhirnya selalu berada dalam genggaman Allah.
Konspirasi dalam Sejarah Islam
Sejarah mencatat banyak episode konspirasi. Salah satunya adalah pertemuan Darun Nadwah di Makkah, ketika para pemuka Quraisy merancang pembunuhan Nabi Muhammad SAW. Rencana itu digagalkan Allah melalui peristiwa hijrah,[^3] yang justru membuka jalan bagi berdirinya masyarakat Islam di Madinah.
Kisah tersebut menjadi bukti bahwa makar manusia, betapapun matang, tidak bisa menandingi rencana Allah. Intrik politik, fitnah, dan tipu daya selalu ada, tetapi sejarah juga menunjukkan bahwa kebenaran pada akhirnya akan bertahan.
Membaca Konspirasi Lewat Sosiologi
Sosiologi menawarkan lensa lain dalam memahami makar. Emile Durkheim menyebut konspirasi sebagai bentuk penyimpangan sosial yang mengganggu keteraturan.[^4] Karl Marx melihatnya sebagai akibat dari perebutan sumber daya dan kepentingan ekonomi.[^5] Sementara Michel Foucault menekankan bahwa makar juga hadir dalam bentuk kontrol pengetahuan—misalnya propaganda, hoaks, dan manipulasi informasi.[^6]
Di era digital, konspirasi menjelma menjadi teori konspirasi, kabar bohong, hingga disinformasi masif di media sosial. Dampaknya serius: publik kehilangan kepercayaan, masyarakat terbelah, bahkan persatuan bangsa bisa terancam.
Pelajaran bagi Masyarakat
Dari tafsir dan sosiologi, kita bisa menarik tiga pelajaran utama:
1. Tenang tapi waspada. Umat tidak perlu panik berlebihan menghadapi isu konspirasi. Al-Qur’an mengajarkan bahwa makar manusia terbatas.
2. Keadilan sosial. Banyak konspirasi lahir dari ketidakadilan. Karena itu, memperkuat nilai keadilan menjadi langkah penting untuk mencegahnya.
3. Cerdas bermedia. Literasi digital dan literasi agama harus diperkuat agar masyarakat tidak mudah termakan isu yang menyesatkan.
Penutup
Konspirasi sosial bukan sekadar isu politik, melainkan realitas yang memengaruhi kehidupan bersama. Al-Qur’an mengingatkan bahwa makar manusia tak akan pernah mengalahkan makar Allah. Namun, masyarakat tetap harus waspada agar tidak terjebak dalam tipu daya sosial, politik, maupun digital.
Menghadapi makar bukan dengan ketakutan, tetapi dengan iman, akal sehat, dan komitmen pada kebenaran. Sebab, pada akhirnya, hanya Allah yang menjadi sebaik-baik pembuat makar.
(Bersambung ke Bagian 3: Strategi Qur’ani Menghadapi Makar)
Catatan Kaki
[^1]: QS. Ali Imran [3]: 54.
[^2]: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Lentera Hati, 2000.
[^3]: Ibn Katsir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Beirut: Dar al-Kutub, 1997.
[^4]: Emile Durkheim, The Rules of Sociological Method, 1895.
[^5]: Karl Marx & Friedrich Engels, The Communist Manifesto, 1848.
[^6]: Michel Foucault, Discipline and Punish: The Birth of the Prison, 1975.
(Jajang ab)