Garut – Praktik penahanan ijazah oleh sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri di Kabupaten Garut kembali menjadi sorotan. Kebijakan ini dinilai berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan menghambat pengembangan bakat siswa yang telah dinyatakan lulus.
Hal ini diungkapkan Dewan Pembina Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) DPD Kabupaten Garut, Solihin Afsor, kepada media di kantor sekretariat organisasi tersebut. Berdasarkan laporan masyarakat, baik melalui sambungan telepon maupun tatap muka, IWOI Garut telah menganalisis sejumlah kasus penahanan ijazah dan menemukan berbagai penyebab serta dampak negatifnya.
Penyebab Penahanan Ijazah
Solihin Afsor menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan praktik ini masih terjadi, di antaranya:
1. Pelanggaran Komite Sekolah: Dugaan pelanggaran Permendikbud No. 75 Tahun 2016 terkait penggalangan dana oleh komite sekolah.
2. Pelanggaran Pergub Jabar No. 97 Tahun 2024: Ketentuan penggalangan dana oleh sekolah yang tidak sesuai aturan.
3. Lemahnya Pengawasan: Tidak adanya tindakan tegas dari pengawas maupun Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) setempat terhadap pelanggaran tersebut.
4. Tidak Ada Sanksi Tegas: Kurangnya penerapan sanksi terhadap pelanggar aturan, meskipun sudah ada ketentuan tentang larangan penggalangan dana dan penahanan ijazah.
Dampak Penahanan Ijazah
Menurut Solihin, penahanan ijazah berdampak besar terhadap siswa dan keluarganya. “Hal ini dapat menghambat siswa melanjutkan pendidikan, mencari pekerjaan, atau mengembangkan potensi mereka. Pada akhirnya, praktik ini bisa menjadi salah satu faktor tingginya angka pengangguran di Jawa Barat,” ujarnya.
Saran dan Rekomendasi
Solihin menyarankan agar Gubernur Jawa Barat terpilih periode 2025-2030 segera merevisi Pergub No. 97 Tahun 2024 dengan mencantumkan sanksi tegas bagi sekolah atau komite yang melanggar. Ia juga mendesak dilakukan audit independen terhadap semua SMA/SMK Negeri di Jawa Barat, khususnya terkait penggalangan dana dari tahun 2021-2024.
“Praktik ini tidak hanya merugikan siswa tetapi juga mencoreng integritas dunia pendidikan. Jika terus dibiarkan, dunia pendidikan di Jawa Barat tidak akan berkeadilan dan tidak berintegritas,” tegas Solihin.
Dengan langkah tegas dari pemerintah, Solihin optimistis dunia pendidikan di Jawa Barat dapat maju dan memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh warganya. “Kita harus memberantas praktik ini agar pendidikan di Jawa Barat berorientasi pada keadilan dan integritas,” pungkasnya.
(Undang a Wiga)
Penahanan Ijazah oleh Sekolah Berpotensi Tingkatkan Angka Pengangguran di Jawa Barat
Garut – Praktik penahanan ijazah oleh sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri di Kabupaten Garut kembali menjadi sorotan. Kebijakan ini dinilai berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan menghambat pengembangan bakat siswa yang telah dinyatakan lulus.
Hal ini diungkapkan Dewan Pembina Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) DPD Kabupaten Garut, Solihin Afsor, kepada media di kantor sekretariat organisasi tersebut. Berdasarkan laporan masyarakat, baik melalui sambungan telepon maupun tatap muka, IWOI Garut telah menganalisis sejumlah kasus penahanan ijazah dan menemukan berbagai penyebab serta dampak negatifnya.
Penyebab Penahanan Ijazah
Solihin Afsor menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan praktik ini masih terjadi, di antaranya:
1. Pelanggaran Komite Sekolah: Dugaan pelanggaran Permendikbud No. 75 Tahun 2016 terkait penggalangan dana oleh komite sekolah.
2. Pelanggaran Pergub Jabar No. 97 Tahun 2024: Ketentuan penggalangan dana oleh sekolah yang tidak sesuai aturan.
3. Lemahnya Pengawasan: Tidak adanya tindakan tegas dari pengawas maupun Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) setempat terhadap pelanggaran tersebut.
4. Tidak Ada Sanksi Tegas: Kurangnya penerapan sanksi terhadap pelanggar aturan, meskipun sudah ada ketentuan tentang larangan penggalangan dana dan penahanan ijazah.
Dampak Penahanan Ijazah
Menurut Solihin, penahanan ijazah berdampak besar terhadap siswa dan keluarganya. “Hal ini dapat menghambat siswa melanjutkan pendidikan, mencari pekerjaan, atau mengembangkan potensi mereka. Pada akhirnya, praktik ini bisa menjadi salah satu faktor tingginya angka pengangguran di Jawa Barat,” ujarnya.
Saran dan Rekomendasi
Solihin menyarankan agar Gubernur Jawa Barat terpilih periode 2025-2030 segera merevisi Pergub No. 97 Tahun 2024 dengan mencantumkan sanksi tegas bagi sekolah atau komite yang melanggar. Ia juga mendesak dilakukan audit independen terhadap semua SMA/SMK Negeri di Jawa Barat, khususnya terkait penggalangan dana dari tahun 2021-2024.
“Praktik ini tidak hanya merugikan siswa tetapi juga mencoreng integritas dunia pendidikan. Jika terus dibiarkan, dunia pendidikan di Jawa Barat tidak akan berkeadilan dan tidak berintegritas,” tegas Solihin.
Dengan langkah tegas dari pemerintah, Solihin optimistis dunia pendidikan di Jawa Barat dapat maju dan memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh warganya. “Kita harus memberantas praktik ini agar pendidikan di Jawa Barat berorientasi pada keadilan dan integritas,” pungkasnya.
(Undang a Wiga)