Portal Warta BelaNegara. Garut,14 juli 2025.Bertempat di SMKN 2 Garut, Kecamatan Tarogong Kidul, digelar jumpa pers yang mempertemukan orang tua siswa, Muhammad Rizki, dengan pihak sekolah. Kepala KCD Pendidikan Wilayah XI, Aang Karyana,Yudha Puja Turnawan Anggota DPRD Garut,Ketua Komite SMKN 2 Dedi Kurniawan dan menegaskan bahwa tujuan utama pertemuan ini adalah memastikan agar Rizki tetap melanjutkan pendidikan.
> “Intinya, saya ingin anak itu tetap sekolah, di manapun nanti sekolahnya. Jangan sampai putus sekolah,” ujar Aang Karyana. Ia juga menyebutkan bahwa permasalahan yang sempat terjadi sebelumnya sudah dibahas secara tuntas, termasuk alasan kenapa Rizki sampai mengundurkan diri, yaitu terkait Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) dan rasa minder bisa berkomuniaksi dengan pihak sekolah bisa dibantu.
Yudha Puja Turnawan, Anggota DPRD Kabupaten Garut yang turut hadir dalam kesempatan itu, menyatakan bahwa kehadirannya adalah bagian dari proses tabayun.
> “Awalnya orang tua siswa curhat karena anaknya mogok sekolah, katanya tidak mampu membayar DSP yang ditetapkan di awal tahun ajaran 2024-2025. Tapi setelah didalami, ternyata lebih pada persoalan komunikasi yang tidak terjalin dengan baik,” ungkap Yudha saat diwawancarai di halaman sekolah.
Yudha menyampaikan bahwa sebenarnya pihak sekolah bisa memberikan kebijakan atau solusi apabila orang tua berani menyampaikan kondisinya secara terbuka. Sayangnya, karena perasaan minder dan ketidakhadiran dalam proses komunikasi, muncullah kesalahpahaman yang menyebabkan Rizki tidak mengikuti ujian dan akhirnya mengundurkan diri per tanggal 16 Mei 2025. Padahal, ujian kenaikan kelas dilaksanakan pada bulan Juni 2025.
Ia juga menyoroti pentingnya membangun kultur sekolah yang mendukung tumbuh kembang anak dari keluarga tidak mampu. Menurutnya, ruang komunikasi harus diperluas agar orang tua tidak merasa takut atau malu untuk mengutarakan kesulitan finansial.
> “Angka partisipasi murni SMA di Garut masih 60%. Saya khawatir, jangan-jangan salah satunya karena DSP yang membuat orang tua takut anaknya tidak bisa lanjut sekolah,” tambahnya.
Penjelasan Komite Sekolah: Tidak Ada Pemaksaan DSP
Dedi Kurniawan, perwakilan Komite Sekolah SMKN 2 Garut, turut memberikan penjelasan. Ia membantah kabar yang menyebutkan bahwa siswa dikeluarkan karena tidak membayar DSP.
> “Di awal tahun ajaran memang ada wawancara dengan orang tua terkait kesanggupan menyumbang. Untuk kasus ini, disepakati sebesar Rp7 juta, tapi itu bukan harga mati. Jika tidak sanggup, kami terbuka untuk berkomunikasi,” jelas Dedi.
Ia menekankan bahwa tidak ada satu pun dari 2.700 siswa yang ditahan kartu ujian, rapor, atau ijazahnya karena belum membayar DSP.
Dedi menyayangkan sikap orang tua Rizki yang memilih tidak datang ke sekolah untuk mengomunikasikan kesulitan mereka. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi keluarga yang cukup berat: ibunya pergi luar negeri dan Rizki memiliki banyak adik, sehingga sang ayah memilih agar anaknya tidak melanjutkan sekolah.
> “Kami tidak pernah menahan hak siswa. Tapi jika orang tua tidak datang atau curhat, kami tidak tahu apa masalahnya. Padahal dari awal, kami membuka ruang untuk diskusi.(Red)