Ibu Ipah Janda 50 Tahun Menghidupi 6 Orang Anak Berjuang jualan Kopi di Atas Roda.

Portal Warta Bela Negara.Garut 21 juli 2025.Di sudut jalan Merdeka, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut, setiap pagi hingga sore hari, tampak seorang perempuan paruh baya yang setia mendorong gerobaknya. Ia bukan pedagang besar dengan kios tetap atau etalase mewah. Gerobaknya kecil, sederhana, dan penuh dengan termos kopi, air panas, serta beberapa bungkus rokok batangan. Namun dari roda itulah, Ibu Ipah (50 tahun), seorang janda dengan enam anak, menggantungkan harapan hidupnya.

Ibu Ipah bukan nama yang asing bagi para sopir angkot yang melintasi kawasan Tarogong Kidul. Dengan suara lembut namun penuh semangat, ia menyapa satu per satu pengemudi yang berhenti atau sekadar memperlambat kendaraan. Ia menyodorkan secangkir kopi panas atau sebatang rokok kepada mereka yang ingin sekadar rehat sejenak dari kerasnya jalanan.

Saya mulai jam enam pagi biasanya. Biar bisa keburu ngelayanin sopir-sopir yang udah mulai narik penumpang,” ucap Ibu Ipah ketika ditanya soal rutinitasnya.

Hidup sebagai janda bukan perkara mudah, terlebih ketika harus menghidupi enam orang anak seorang diri. Suaminya telah tiada sejak lebih dari satu dekade lalu, meninggalkan tanggung jawab besar yang harus dipikul sendiri. Namun, alih-alih meratap, Ibu Ipah memilih melawan kenyataan dengan kerja keras.

Dari keenam anaknya, hanya satu yang kini telah berkeluarga. Namun anak tersebut pun belum bisa mandiri sepenuhnya. Mereka masih tinggal bersama Ibu Ipah di rumah sederhana yang terletak di Kampung Warung Tanjul, RT 3 RW 4, Desa Pasawah, Kecamatan Tarogong Kaler. Rumah itu menjadi saksi bisu bagaimana seorang ibu berjuang dari pagi hingga petang demi memastikan anak-anaknya tidak kelaparan.

“Anak saya yang udah nikah pun belum punya penghasilan tetap. Jadi ya masih sama-sama di rumah. Kita saling bantu sebisanya,” ungkapnya dengan senyum sabar.

BACA JUGA  Panggung Megah dan Pidato Nasionalis Usai,Tapi Adegan Bocah Kecil Memunguti Kue Manjadi Kritik Paling Jujur

Gerobak kecil yang didorong Ibu Ipah tiap hari tidak hanya membawa kopi dan rokok. Di dalamnya tersimpan juga tekad, cinta, dan semangat hidup yang luar biasa. Hasil dari berjualan ini memang tidak seberapa, namun cukup untuk sekadar membeli beras, membayar listrik, dan menyekolahkan anak-anaknya yang masih membutuhkan pendidikan.

Tak jarang, Ibu Ipah harus menahan rasa lelah dan sakit di tubuhnya demi bisa tetap berjualan. Musim hujan menjadi tantangan tersendiri, namun ia tetap hadir di jalanan dengan payung seadanya. Menurutnya, berhenti berarti tidak ada pemasukan, dan itu artinya keluarga di rumah akan kelaparan.

Meski hidup dalam keterbatasan, Ibu Ipah tidak pernah kehilangan rasa syukur. Ia percaya bahwa kerja keras dan keikhlasan akan selalu membawa berkah. Ia juga tidak pernah berharap muluk-muluk. Harapannya sederhana: bisa tetap sehat agar bisa terus bekerja, dan melihat anak-anaknya tumbuh menjadi orang yang lebih baik dari dirinya.

“Cuma itu aja. Saya ingin anak-anak bisa punya hidup yang lebih layak. Biar mereka gak harus susah kayak saya,” katanya pelan, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Ibu Ipah adalah potret nyata ketegaran perempuan desa yang sering kali luput dari sorotan. Ia bukan selebritas, bukan tokoh politik, tapi perjuangannya layak mendapat penghormatan setinggi-tingginya. Di tengah arus zaman yang serba cepat dan penuh kemewahan, Ibu Ipah adalah pengingat bahwa kekuatan sejati terletak pada ketulusan dan kesabaran menjalani hidup.

Dan setiap cangkir kopi yang ia jual, bukan sekadar minuman pengusir kantuk. Ia adalah simbol dari cinta dan pengorbanan seorang ibu yang tak pernah lelah berjuang demi keluarga tercinta.(Red)