Portal Warta Bela Negara Garut, 14 Agustus 2025 –
Puluhan warga penggarap Desa Tegal Gede, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Rabu (14/8) sekitar pukul 09.30 WIB memadati halaman kantor desa. Mereka menuntut keadilan dan kejelasan terkait program redistribusi tanah yang selama ini dianggap tidak transparan.
Menurut keterangan warga, redistribusi ini merupakan bagian dari program Reforma Agraria yang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 18 Tahun 2016, di mana tanah eks Hak Guna Usaha atau tanah negara diperuntukkan bagi masyarakat yang memenuhi kriteria. Namun, sebagian warga mengaku belum pernah menerima penjelasan resmi terkait kriteria penerima maupun mekanisme pembagian lahan.
Situasi yang awalnya tegang berubah menjadi ricuh ketika adu argumen antara Kepala Desa dan massa memanas. Beberapa warga mulai melempar kursi, dan perangkat keamanan desa kewalahan menahan luapan emosi warga.
Pihak desa menegaskan bahwa proses redistribusi masih menunggu keputusan final dari pihak kabupaten dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Konflik redistribusi tanah di Tegal Gede telah bergulir sejak awal 2024, ketika sebagian warga merasa nama mereka dihapus dari daftar penerima tanpa alasan jelas. Akibatnya, puluhan keluarga yang bergantung pada hasil pertanian merasa terancam kehilangan sumber penghidupan.
Kericuhan akhirnya mereda setelah aparat keamanan menengahi dan memisahkan massa dari pihak pemerintah desa. Hingga berita ini diturunkan, proses mediasi masih berlangsung di kantor kecamatan. Warga berharap ada transparansi penuh dan pembagian lahan yang adil, sementara pemerintah desa meminta semua pihak menunggu hasil keputusan resmi dari BPN.
Timeline Eskalasi Konflik Redistribusi Tanah Tegal Gede
Januari 2024 – Program redistribusi tanah diumumkan oleh pihak desa sebagai bagian dari Reforma Agraria.
Maret 2024 – Daftar sementara penerima manfaat dipublikasikan; sebagian warga mulai mempertanyakan transparansi.
Juni 2024 – Sejumlah warga mengklaim nama mereka dihapus dari daftar tanpa penjelasan; protes mulai muncul.
Oktober 2024 – Mei 2025 – Beberapa pertemuan mediasi digelar, namun belum menghasilkan kesepakatan final.
14 Agustus 2025 – Aksi unjuk rasa di kantor desa berujung ricuh, dengan insiden saling lempar kursi dan aparat desa kewalahan mengendalikan massa.
(Jajang ab)